Eksekusi Perkara Perdata



 Eksekusi Perkara Perdata
BAB I

A.      Pendahuluan
Eksekusi putusan perkara perdata merupakan ujung dari proses beracara dala perkara perdata yang ditunggu-tunggu oleh pihakyang menang. Bagi pihak yang kalah merupakan proses awal untuk mengagalkan atau paling tidak untuk mengulur-ulur waktu.
Bagi para Ketua Pengadilan tingakat pertama, merupakan salah satu bagian dari tugas dan wewenannya ynga kadang-kadang cukup merepotkan, karena teori=teori eksekusi seringkali dalam praktiknya tidak dijumpai sehingga ketua pengadilan mengambil langkah-langkah kebijakan demi terlaksananya eksekusi secara tuntas. Adanya informasi surat-surat masuk ke MA yang berdana tidak puas atsa perlakuan Ketua Pengadilan, dari pihak pemohon eksekusi melaporkan bahwa Ketua Pengadilan mengulur-ngulur jalannya eksekusi seprtinya belum siap menghadapi problematika seperti ini, sebaliknya dari tereksekusi menuduh Ketua Pengadilan melanggaar hukum  dll. Disinlah perah peran dan tanggung jawab Ketua Pengadilan diuji untuk melaksanakan eksekusi putusan, sehingga asaumsi-asumsi yang miring dapat terjawab dengan tuntas. Meskipun kita menyadari tak semua Ketua Pengadilan berpengalaman melaksanakan eksekusi ini, makalah yang sederhana ini akan memberikan gambaran sedikit teori-teori tentang eksekusi, kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dalam pelaksanaan eksekusi dan problematikanya.
B.      Rumusan masalah
1.    Apa pengertian eksekusi
2.    Apa saja yang di bahas mengenai eksekusi

C.      Tujuan
1.    Untuk mengetahui pengertian eksekusi dan pembahasan yang lainnya










BAB II
Pembahasan
I.                    Pengertian Eksekusi
Menurut etimologi, eksekusi berasa dari bahasa Belanda”Executive” yang berarti pelaksanaan putusan pengadilan. Pengertian yang sama juga di kemukakan oleh J.C.T . Simorangkir dan Retno Wulan Sutantio. Dengan dengan demikian pengetian eksekusi etimologi sama dengan pengertian menjalakan putusan. Menurut terminologi hukum acara, eksekusi adalah” tindakan yang dilakukan secara paksa terhadap pihak yang kalah dalam perkara. Eksekusi pada hakikatnya tidak lain adalah realisasi dari pada kewajiban pihak yang bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan tersebut.
II.                  Azas-azas dan Bentuk Eksekusi
Eksekusi menganut azas-azas yang harus dipedomani oleh pengadilan agama yang meliiputi:
1.       Putusan harus sudah berkekuatan hukum tetap;
2.       Putusan tidak dilaksanakan oleh tergugat secara sukarela;
3.       Putusan bersifat kondemnatoir;
4.       Eksekusi berdasarkan perintah dan di bawah pimpinan ketua pengadilan agama.
Sedangkan bentuk pelaksanaan eksekusi terdiri dari tiga macam, yaitu :
1.       Eksekusi putusan yang menghukum tergugat untuk membayar sejumlah uang, eksekusi ini berseumber dari persengketaan perjanjian hutang-piutang dan ganti rugi berdasarkan wanprestasi;
2.       Eksekusi yang menghukum sseorang untuk melakukan atau tidak tdak melakukan sesuatu perbuatan yang dinilai dengan uang (psl.259 R.Bg);
3.       Eksekusi riil atau pelaksanaan putusan secara nyata dalam bentuk pnyerahan atau pengososngan atau pembongkaran (psl.1033 RV). Eksekusi rill ini ada dua macam, yaitu :
a)      Eksekusi riil sebagai pelaksanaanputusan secara nyata sesuai dengan amar putusan;
b)      Eksekusi riil yang menyertai penjualan lelang.
Dalam pelaksanaan Pengadilan dikenal dua macam eksekusi, yaitu:
1.       Eksekusi riil atau nyata sebagiamana diatur dalam pasal 1033 RV, pasal 218 ayat (2) R.Bg yang meliputi penyerahan pengosongan, pembingkaran, pembagian, dan melakukan suatu perbuatan.
2.       Eksekusi pembayaran sejumlah uang melalui lelang atau executorial ver koop, sebagimana termuat dalam pasal 215 R.Bg.
Eksekusi yang terakhir ini dilakukan dengan menjual lelang barang-barang debitur atau juga alam pembagian harta bila pembagian ini natura karena suatu sebab tidak dapat dilakukan, misalnya pembagian harta warisan dan harta bersama,  berapa sebuah rumah, sebuah mobil, dll. Barang-barang itu dijual dulu kemudian hasil penjualan itu dibagi sesuai dengan amar putusan Pengadilan. Jika secara musyawarah ada yang tidak setuju dengan cara tersebut, maka pembagiannya dilaksanakan secara lelang dibagi sesuai dengan porsi yang ditentukan dalam putusan.
Bentuk eksekusi ini adalah menjadi eksekusi pembayaran/ pembagian sejumlah uang dan dengan peralihan bentuk eksekusi rill menjadi eksekusi pembayaran uang, kemacetan eksekusi dapat diatasi dengan mempergunakan tatacara eksekusi yang berlaku terhadap eksekusi pembayaran sejumlah unag yang diatur dalam pasal 208 R.Bg. Pemenuhan putusan sudah dapat dilaksanakan terhadap pihak yang kalah melalui pihak eksekutorial beslag yang dilanjutkan dengan penjualan lelang. Untuk pelaksanaan lelang dan syarat-syaratnya berdasarkan SK Mentri Keuangan yang dilakukan oleh pemohon lelang, dalam hal ini Pengadilan Agama kepada Kantor lelang dengan melampirkan dokumen yang disyaratkan Kementrian Keuangan. Dokumen yang dilampirkan adalah :
1.       Salinan putusan;
2.       Salinan penetapan sita jaminan;
3.       Salinan berita acara sita;
4.       Salinan penetapan lelang;
5.        Salinan surat pemberitahuan kepada pihak yang berkepentingan;
6.       Perincian besarnya jumlah tagihan;
7.       Bukti kepemilikna barang lelang;
8.       Syarat-syarat khusus lelang;
9.       Bukti pengumuman lelang;
Suatu hal yang merupakan catatan penting tentang lelang sebagai salah satu dari cara eksekusi adalah mengenai kewenangan pelaksananan lelangdalam rangka kelancaran eksekusi yang meliputi antara lain penentuan harga limit dan pembuatan berita acara lelang. Sementara itu Pengadilan Agama sen=bagai pemohon lelang dapat menempuhkan syarat-syarat penawaran, menentukan pemenang lelang, memerima uang hasil penjualan lelang dan menerima uang jaminan dalam hal pemenang lelang mengundurkan diri.
III.                Tata Cara Eksekusi Riil
Tata cara eksekusi riil yang dikaitkan executorial veer koop (psl 218 ayat 2 R.Bg) dengan tata cara eksekusi riil yang diatur pasal 1033 RV yang dijadikan landasan menjalankannya eksekusi riil dalam praktik peradilan. : tata cara yang diatur dalam pasal-pasal yang dimaksud sudah dianggap sebagai aturan formal menjalankan eksekusi riil tentang pengosongan, pembongkaran, maupun melakukan atau tidak mealkukan sesuatu.
Dalam melaksanakan eksekusi riil terhadap perkara-perkara yang menjadi kompetensi Pengadilan Agam yang dapat di tempuh tahapan=tahpan sebagai berikut:
1.       Permohonan eksekusi dari pihak yang menang
2.       Penaksiran biaya eksekusi Ketua Pengadilan agama setelah menerima permohonan eksekusi dari pihak yang berkepentingan, maka segera memerinahakan meja 1 untuk menaksir biaya eksekusi yang di perlukan dalam pelaksanaan eksekusi. Biaya yag diperlukan meliputi biaya pendaftaran eksekusi, biaya saksi-saksi, biaya pengamanan, dan lain-lain yng dianggap perlu.
3.       Melaksanakan peringatan (aanmaning)
Aanmaning dilakukan dengan melakukan terhadap pihak yang kalah dengan menentukan hari, tanggal, dan jam persidangan dalam surat pemanggilan tersebut. Jika termohon eksekusi hadir, maka ketua Pengadilan Agama memeberikan peringatan atau teguran suyapa iya menjalankan putusan hakim dalam waktu 8 hari.
Apabila pihak yang kalah (termohon eksekusi) tidak hadir, dengan ketidak hadirannya beralasan, maka pihak yang kalah harus di panggil sekali lagi untu aanmaning yang kedua kalinya. Jika seyelah dipanggil ini, ia kembali tidak hadir dan ketidak hadirannya tidak beralasan, sementara pemanggilan dilakukan secra resmi dan patut, maka gugur haknya untuk dipanggil lagi. Setelah itu secara eksopisio, Ketua Pengadilan Agama dapat langsung mengeluarkan surat penetapan perintah eksekusi kepada panitera atau juru sita
4.       Mengeluarkan surat perintah eksekusi apabila waktu aanmaning telah lewat, pihak yang kalah tidakk mau menjalankan putusan, maka ketua pengadilan membuat penetapan dengan memerintah panitera atau juru sita denga dibantu dua orang saksi utuk melakukan eksekusi yang sesuai amar putusan dan pelaksanaan eksekusi dituangkan dalam berita acara eksekusi (psl 209 ayat 4 R.Bg)

IV.                Pelaksanaan eksekusi dan permasalahan hukumnya

1.       Objek yang akan dieksekusi berada diluar yuruidistik Pengadilan yang memutus perkara.
Ada kemungkinan barang-barang yang dimohonkann eksekusi itu berada diluar wilayah yuridistik Pengadilan yang bersangkutan. Jika hal tersebut terjadi dapat di tempuh dengan menggunakan lembaga : diatas pendelegasian eksekusi sebagaiamana yang diatur dalam pasal 206 R.Bg, yaitu pelaksanaan eksekusi harus dilakukan melalui pendelgasian atau pengiriman bantuan kepada Pengadilan lain, untuk melakukan eksekusi sesuai dengan surat penetapan yang disampaikan kepadanya.
2.       Perlawaanan terhadap eksekusi yang objeknya berada diluar wilayah yuridistik Pengadilan .
Berdasarkan pasal 206 ayat 6 R.Bg dan pasal 195 ayat 6 HIR bahwa perlawanan pihak ketiga (tedenverzet) itu dilaksanakan dan diadili oleh pengadilan yang melaksanakan putusan hakim atau dimana eksekusi itu dijalankan. Tetapi menurut pasal 379 RV perlawanan pihak ketiga tersebut harus diajukan di Pengadilan tempat memutus perkaranya, bukan di tempat Pengadilan yang menjalankan eksekusinya.
Terdapat dua pendapat yang saling bertentangan ini, menurut penulis pengajuan pihak ketiga terdenverzet sebaiknya di ajukan di tempat Pengadilan yang memutus perkara melalui pengadilan tempat eksekusi dijalankan, karena hal ini logis pengadilan yang memutuskan perkara lebih tahu permasalahanya , lebih lengkap dokumen perkaranya, menaksir biaya dan membukukan register perkara.
V.                  Alasan-alasan penundaan eksekusi atau eksekusi yang tidak dapat dijalankan
Pelaksanaan eksekusi dapat tertunda apabila di dasarkan pada alasan-alasan misalnya karena kemanusiaan misalnya yang menjadi tereksekusi mengalami himpitan yang menyedihkan maka sekalipun hari dan tanggal sudah di tetapkan namun sebaiknya ditunda, selain itu ada lagi alasan lain diantaranya :
1.       Harta kekayaan tereksekusi tidak ada
2.       Putusan bersifat deklaratoir
3.       Barang eksekusi berada di tangan pihak orang ketiga dengan alasan yang sah
4.       Batas, letak, serta ukuran tidak jelas
5.       Status tanah milik negara
6.       Dua putusan yang objeknya sama tetapi saling bertentangan
7.       Objek eksekusi berada diluar negeri

































Penutup

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut;
Eksekusi merupakan upaya terakhir bagi pencari keadilan untuk memenuhi haknya, terhadap termohon eksekusi yang tidak bersedia menjalankan isi putusan secara sukarela dan hal ini merupakan tanggung jawab ketua pengadilan. Dalam melaksanakannya harus berpedoman pada azas-azas eksekusi dan tahapan tahapan eksekusi, serta memperhatikan fakta dilapangan, apakah hal tersebut layak untuk diteruskan eksekusi, ditunda/ditangguhkan atau dihentikan karena suatu sebab dan alasan tertentu yang sesuai dengan teori teori eksekusi. 

































Pertanyaan-pertanyaan

1.       Bagaimana cara mengeksekusi objek pelelangan yang  berada di pihak ketiga ?
2.       Apa yang dimaksud dengan eksekusi riil ?
3.       Berapa biaya pelaksanaan eksekusi ?
4.       Bagaimana pelaksanaan eksekusi yang objeknya berada di luar negeri ?
Jawaban
1.        Berdasarkan pasal 206 ayat 6 R.Bg dan pasal 195 ayat 6 HIR bahwa perlawanan pihak ketiga (tedenverzet) itu dilaksanakan dan diadili oleh pengadilan yang melaksanakan putusan hakim atau dimana eksekusi itu dijalankan. Tetapi menurut pasal 379 RV perlawanan pihak ketiga tersebut harus diajukan di Pengadilan tempat memutus perkaranya, bukan di tempat Pengadilan yang menjalankan eksekusinya.
2.       Eksekusi riil adalah pelaksanaan putusan hakim yang memerintahkan pengosongan benda tetap kepada orang yang dikalahkan, tetapi perintah tersebut tidak dilaksanakan secara sukarela.
3.       Dalam masalah pembiayaan masalah eksekusi di pengadilan itu tergantung dari :
a)      Wilayah objek dan jarak barang yang akan dieksekus,i biasanya menggunakan radius kecamatan
b)      Jenis pengajuan surat yang di ajukan ke pengadilan, mau itu surat gugatan ataupun surat permohonan akan beda dalam biaya eksekusinya
c)       Wilayah pengeksekusian tergantung pada kemana suratnya itu di ajukan, apa ke pengadilan tingkat pertama, kedua, atau ketiga. Karena akan berbeda beban biaya yag di keluarkannya.
4.       Pelaksanaan  pengeksekusian objek yang berada di luar negeri memang sangatlah sulit karena memerlukan waktu dan dana yang tidak sedikit. Namun Jika hal tersebut terjadi dapat di tempuh dengan menggunakan lembaga : diatas pendelegasian eksekusi sebagaiamana yang diatur dalam pasal 206 R.Bg, yaitu pelaksanaan eksekusi harus dilakukan melalui pendelgasian atau pengiriman bantuan kepada Pengadilan lain atau dalam hal ini mungkin bisa bekerjasama dengan kedutaan yang berada di luar negeri yang di tempat tersebut ada objek yang akan di eksekusi untuk melakukan eksekusi sesuai dengan surat penetapan yang disampaikan kepadanya.












Daftar Pustaka

A.      Tumpa,Harifin,memahami eksistensi uang paksa (dwangsong) dan implementasinya di Indonesia, Kencana Prenada Media Group,cet2, Jakarta,2010.
Direktorat pembinaan badan peradilan agama, mimbar hukum nomer 42, Jakarta, Yayasan Al-Hikmah,1999.
B.      Harahap, M. Yahya . Ruang lingkup permasalahan eksekusi bidang perdata, Jakarta, Sinar grafika, 2007

Komentar

Postingan Populer