Analisis Mengenai Akibat Hukum dalam Sistem Keluarga Menurut Prespektif Antropologi
Nama
: Riki Mukarom
NIM
: 1133010092
Kelas
: AS PI A/V
Antropologi
Hukum
Analisis
Mengenai Akibat Hukum dalam Sistem Keluarga Menurut Prespektif Antropologi
Dalam perspektif antropologi hukum, hukum itu lahir dari
sebuah kebudayaan masyarakat. Melihat daripada hal tersebut, peran antropologi
hukum sebagai sebuah perspektif untuk melihat berbagai macam corak hukum yang
lahir dan berkembang dari berbagai kebudayaan, termasuk didalamnya ada yang
dinamakan hukum adat dan hukum agama. Dalam kedua corak hukum tersebut yang
berkembang di masyarakat melalui kebudayaan, di dalamnya terkandung pula peraturan-peraturan
yang memuat mengenai hukum pribadi/personal, maupun hukum publik.
Mengenai hukum yang bersifat
pribadi/personal atau dalam kajian hukum di Indonesia sekarang disebut dengan
Hukum Perdata, yang di dalamnya mengatur tata cara bagaimana menerapkan hukum
di lingkungan tersebut, misalkan pengaturan yang dilakukan dalam perkawinan
disebut sebagai hukum perkawinan, pengaturan yang mengatur bagaimana pengurusan
dari harta waris diatur dalam hukum kewarisan, dan hukum-hukum mengenai hal-hal
yang bersifat pribadi lainnya. Termasuk dalam kajian hukum agama pun itu
menjadi bagian yang mesti diterapkan di masyarakat. Dalam penerapannya itu sendiri
selain hukum tersebut dapat berlaku positif, pastinya ada saja bagian dimana
hukum tersebut menimbulkan suatu akibat dalam proses penerapannya. Hal yang
menjadi akibat dari hukum tersebut akan dianalisis menurut perspeektif
antropologi dalam hal ini mencakup ruang lingkup sistem hukum keluarga.
Dalam cakupan sistem hukum keluarga
itu sendiri, tidak lepas dari yang namanya perkawinan dan kewarisan serta
akibat-akibat hukum yang ditimbulkan dari kedua hal tersebut. Hukum perkawinan
di Indonesia itu sendiri telah diatur dalam suatu undang-undang Nomor 1 tahun
1974 Tentang Perkawinan dan PP Nomer 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan
undang-undang perkawinan nomer 1 tahun 1974 tersebut yang saat ini masih
berlaku.
Perkawinan itu sendiri menurut
Kompilasi Hukum Islam pada bab II pasal 2 menyebutkan bahwa “ Perkawinan
menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad ynag sangat kuat atau
mitsaqon gholidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan
Ibadah”. Perkawinan berkaitan langsung dengan keluarga. Ketentuan-ketentuan
dalam hukum keluarga diartikan sebagai keseluruhan ketentuan mengenai hukum
yang bersankutan dengan kekeluargaan sedarah dan kekeluargaan perkawinan.
Perkawinan sebenarnya merupakan langkah awal terhadap terjadinya sebuah hukum,
karena dengan terjadinya sebuah perkawinan maka hukum-hukum dan
peraturan-peraturan dapat langsung di aplikasikan, dan nilai hukum yang positif
dan negatif pun akan di ketahui setelah hukum itu berlaku. Dalam hukum
perkawinan itu sendiri sebagai bagian dari sistem hukum keluarga, terdapat
akibat-akibat hukum yang ditimbulkannya diantaranya yaitu :
a) Hubungan
kekerabatan/persaudaraan
b)
Timbulnya
hak dan kewajiban serta kedudukan suami isteri
c)
Timbulnya
hak dan kewajiban serta kedudukan anak
d)
Adanya
hak kekuasaan orang tua terhadap anak
e)
Timbulnya
hak perwalian bagi anak perempuan oleh bapaknya
f)
Timbulnya
hak harta bersama (gono-gini)
g) Timbulnya hak waris mewarisi
Jikalau semua itu dilihat dari perspektif antropologi,
maka apa yang ada pada hukum perkawinan
tersebut sebagai bagian dari sistem hukum keluarga, maka itu merupakan sebuah
proses kehidupan manusia dalam mengembangkan tatanan hidup yang harmonis dan
teratur atas adanya interaksi kebudayaan dengan kebudayaan lainya hingga
terbentuklah suatu tatanan peraturan yang tentunya akan sangat bermanfaat
apabila dikaji, karena sesungguhnya kehidupan manusia itu terus berkembang
sesui dengan perkembangan pola pemikiran dari masing-masing manusia itu sendiri
tanpa memandang itu semua dari segi syara. Tentunya apabila kebudayaan manusia
terus merangkak naik, maka untuk kesesuaian zaman yang terus berkembang hukum
dan sistem hukum itu sendiri pun harus
mengalami perubahan disesuikan dengan perkembangan objek hukumnya tersebut
yaitu manusia. Manusia membentuk sistem hukum untuk menerapkan hukum, sedangkan
yang di sebut sistem hukum itu merupakan susunan hukum yang teratur, sistem
hukum terdiri atas keseluruhan kompleks yakni berupa putusan, peraturan /
Undang-undang, pengadilan, lembaga, dan nilai-nilai. Sistem hukum juga bersifat
berkesinambungan dan otonom serta memilki fungsi menjaga keseimbangan terhadap
tatanan di dalam masyarakat.
Karena Antropologi erat kaitannya dengan kehidupan
kebudayaan masyarakat, dan karena kebudayaan merupakan pedoman menyeluruh yang konperhensif
dan mendasar bagi kehidupan masyarakat dalam mempertahankan kehidupannya
[Antropogi Hukum:2012:16], maka sudah sewajarnya jika pembaharuan hukum atau
sistem hukum itu diperlukan kecuali untuk aturan yang langsung dari agama. Yang
jelas manusia tidak akan bisa lepas dari yang namanya peraturan dimanapun
manusia itu berada pasti akan membentuk suatu kelompok dan akan membentuk pula sebuah
peraturan dikarenakan hakikat manusia itu sendiri selain sebagai makhluk
individu juga merangkap sebagai makhluk sosial.
Sebenarnya sudah sangat jelas apabila berbicara mengenai
tatanan hukum di masyarakat, masyarakat telah mempunyai tananan hukum
tersendiri dari hukum agamanya masing-masing karena seebagian besar masyarakat
Indonesia telah memeluk agama, terutama agama islam yang didalamnya telah
memuat berbagai peraturan yang amat sangat komplit termasauk diddalamnya memuat
tentang hukum keluarga. Masyarakat hanya perlu membentuk dan mengembangkan
sistem hukumnya saja cara agar bagaimana hukum yang sudah ada tersebut dapat
diterapkan.
Daftar
Pustaka
o
Beni
Ahmad Saeabani dan Encup Supriatna, 2012. Antropologi Hukum.
Bandung. CV Pustaka Setia
Komentar
Posting Komentar